
Antologi Cerpen & Fiksi Mini "Patung & Diorama: Kisah Cinta dalam Diam"
On Sale
$1.36
$1.36
KATEGORI BUKU:
Antologi Cerpen, Antologi Fiksi Mini
JUDUL BUKU:
Patung dan Diorama: Kisah Cinta dalam Diam
PENULIS:
Ahmad M. Mabrur Umar
EDITOR:
Silmi Nur Alfiah
PENATA LETAK:
Tim CV Jejak
DESAIN SAMPUL:
Ahmad M. Mabrur Umar
PENERBIT:
CV Jejak (Jejak Publisher), anggota IKAPI
JUMLAH HALAMAN:
217 Halaman
DIMENSI:
14 x 20 cm
ISBN:
978-623-247-455-0
E-ISBN:
978-623-247-456-7
SINOPSIS:
Kumpulan patung yang terpahat penuh seni di setiap ukirnya yang bermakna, meja kayu berbentuk bulat yang mengkilap lengkap dengan secangkir kopi hangat yang kaku dan dingin. Gadis manis dengan ukiran senyum menawan. Lalu, teringkuk wanita tua dengan ukiran sedih di wajah sambil memeluk erat kedua kaki anaknya. Entah mengapa walau dia tak pernah melahirkan sang anak secara nyata, tetap saja ia harus memanggilnya ‘ibu’.
Bisu, diam, kaku. Benarkah hanya itu yang bisa dilakukan patung-patung ini? Bagaimana jika dalam sebuah diorama, patung-patung itu saling bercengkerama satu sama lain? Atau bahkan, mungkin mereka bosan dengan peran yang mereka mainkan dan berpikir untuk bebas. Berharap cerita mereka seindah kisah Pinokio dalam dongeng penghantar tidur mereka. Ibu peri datang dan memberi mereka nyawa.
Mungkin Mereka pun takut menua, sepi, dan mati. Meskipun diciptakan dalam diorama yang berbeda, mereka pun berhak menjadi sesuatu yang seharunya. Sejak diukir, mereka dipaksa menjalankan peran yang mungkin tak mereka sukai.
Antologi Cerpen, Antologi Fiksi Mini
JUDUL BUKU:
Patung dan Diorama: Kisah Cinta dalam Diam
PENULIS:
Ahmad M. Mabrur Umar
EDITOR:
Silmi Nur Alfiah
PENATA LETAK:
Tim CV Jejak
DESAIN SAMPUL:
Ahmad M. Mabrur Umar
PENERBIT:
CV Jejak (Jejak Publisher), anggota IKAPI
JUMLAH HALAMAN:
217 Halaman
DIMENSI:
14 x 20 cm
ISBN:
978-623-247-455-0
E-ISBN:
978-623-247-456-7
SINOPSIS:
Kumpulan patung yang terpahat penuh seni di setiap ukirnya yang bermakna, meja kayu berbentuk bulat yang mengkilap lengkap dengan secangkir kopi hangat yang kaku dan dingin. Gadis manis dengan ukiran senyum menawan. Lalu, teringkuk wanita tua dengan ukiran sedih di wajah sambil memeluk erat kedua kaki anaknya. Entah mengapa walau dia tak pernah melahirkan sang anak secara nyata, tetap saja ia harus memanggilnya ‘ibu’.
Bisu, diam, kaku. Benarkah hanya itu yang bisa dilakukan patung-patung ini? Bagaimana jika dalam sebuah diorama, patung-patung itu saling bercengkerama satu sama lain? Atau bahkan, mungkin mereka bosan dengan peran yang mereka mainkan dan berpikir untuk bebas. Berharap cerita mereka seindah kisah Pinokio dalam dongeng penghantar tidur mereka. Ibu peri datang dan memberi mereka nyawa.
Mungkin Mereka pun takut menua, sepi, dan mati. Meskipun diciptakan dalam diorama yang berbeda, mereka pun berhak menjadi sesuatu yang seharunya. Sejak diukir, mereka dipaksa menjalankan peran yang mungkin tak mereka sukai.